Etika Bisnis jika dikaitkan dengan Peredaran Majalah Playboy

Rabu, 23 Maret 2016

Etika Bisnis jika dikaitkan dengan Peredaran Majalah Playboy


BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang.
Media massa sebagai institusi social bertanggungjawab untuk menyampaikan produknya kepada beragam khalayak umum, yaitu masyarakat. Produk yang dihasilkan berupa pesan-pesan yang berfungsi untuk menginformasikan berbagai peristiwa, mendidik, mempengaruhi serta member hiburan masyarakat. Dalam menyampaikan produk-produk yang telah diciptakan, tentunya media massa juga memiliki syarat-syarat tertentu agar pesannya dapat diterima oleh masyarakat. Baik diterima secara moralnya atau punisinya. Pada masa demokrasi saat ini, pers Indonesia sebagai salah satu pelaku media massa telah memiliki kebebasan untuk mendapatkan dan menyampaikan berita dengan mudah. Namun dengan adanya kebebasan itu, media massa di Indonesia dianggap sudah melampaui batas. Kebebasannya sudah tidak beraturan lagi. Banyak media massa yang tidak lagi memperhatikan tentang etika pers dan etika media massa.
Seiring dengan berkembangnya teknologi di Indonesia, menyebabkan masyarakat melupakan media massa yang dulu sering digunakan untuk mencari sumber berita terbaru setiap hari. Dimana masyarakat sekarang lebih mengandalkan media  internet sebagai media utama dalam mencari berita dibandingkan media cetak seperti koran, majalah dan tabloid. Apabila kita mrngingat kembali pada tahun 2006 silam, tepatnya pada tanggal 8 Juni terdapat kasus beredarnya salah satu majalah di Indonesia yang berbau erotika dari Amerika Serikat, yaitu majalah Playboy. Tak asing rasanya mendengar kata “Playboy” dan mungkin banyak yang langsung membayangkan sebuah majalah dewasa dengan nama yang sama. Ya, majalah pria dewasa dengan segala kontroversinya di berbagai negara ini memang menarik untuk diulasterutama di negara kita sendiri–Indonesia.

1.2         Rumusan Masalah
1.    Bagaimana awal mula munculnya Majalah Playboy?
2.    Mengapa peredaran Majalah Playboy banyak mengundang reaksi negatif?
3.    Mengapa setelah penyerangan, majalah tersebut terbit lagi?
4.    Mengapa pemerintah tidak segera melarang atau mencabut izin terbit majalah tersebut?
5.    Apakah redaksi Majalah Playboy hanya mengedepankan aspek legalitas saja?
1.3         Tujuan
1.    Agar dapat mengetahui asal muasal Majalah Playboy
2.    Mengetahui penyebab reaksi negatif dari masyarakat terhadap peredaran Majalah Playboy
3.    Mengetahui alasan terbitnya kembali Majalah Playboy
4.    Mengetahui alasan pemerintah tidak segera menangani kasus Majalah Playboy
5.    Untuk mengetahui apakah redaksi Majalah Playboy hanya mengedepankan aspek legalitas saja






BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Asal Mula Munculnya Majalah Playboy
Majalah pria dewasa ini sendiri sebenarnya sudah beredar sejak tahun 1953. Sejarah awalnya, Hugh Hefner, pendiri Playboy Magazine ini adalah seorang karyawan di perusahaan majalah ternama Esquire namun berhenti karena permintaan kenaikan gajinya ditolak. Tak mau pasrah pada kenyataan, Hefner mencoba merintis majalah baru dengan mencari modal awal dari menjual perabot rumah, meminjam dari bank, bahkan sampai mencari investor. Namun, dana terbesar didapatkan dari ibunya sendiri sebesar 1.000 dolar.Dengan modal kepercayaan ibunya yang tinggi, serta semua dana yang telah dikumpulkan, Hefner mulai menjalankan bisnis barunya dengan merilis majalah  bernama “Stag Party”. Namun cobaan langsung datang tanpa diundang. Sebuah perusahaan majalah lainnya dengan nama Stag tidak terima jika nama itu digunakan untuk majalah baru Hefner. Bahkan mereka mengancam akan menempuh jalur hukum jika tetap dilanjutkan.Hefner tidak bisa menentang kemauan dari majalah yang telah berdiri sejak 1930-an tersebut. Mau tak mau ia harus mencari nama lain untuk majalahnya. Dari Sir, Gentlemen, Bachelor, bahkan Top Hat sempat terfikir olehnya, namun tidak ada satupun yang “sreg” sepenuhnya. Dengan takdir Tuhan, salah satu teman Hefner yang juga menjadi pencari investor di perusahaan barunya ini, Eldon Sellers, memberi ide nama “Playboy” yang langsung disetujui.Edisi pertama yang terbit pada Desember 1953 tidak memiliki keterangan tanggal dan bulan. Hefner masih ragu apakah majalah ini akan memiliki edisi kedua atau tidak. Sampul depan edisi pertamanya adalah Marilyn Monroe dengan baju berbelahan dada terbuka hingga pusar. Ini sebenarnya foto kalender tahun 1949. Hefner sendiri belum pernah bertemu dengan Marilyn Monroe saat itu.
Tak diduga, edisi pertama Playboy meledak hingga terjual lebih dari 53.000 eksemplar dalam beberapa minggu. Setiap edisi majalah ini pasti ada seorang playmate atau model utama dalam majalah edisi saat itu. Playmate biasanya sama seperti model cover-nya. Edisi pertama ini tidak memiliki “Playmateof the Month” melainkan “Sweetheart of the Month” yaitu Marilyn Monroe. Playmate majalah Playboy pertama adalah Margie Harrison pada edisi Januari 1954.Walau Amerika adalah negara bebas, namun tetap saja ada batasan. Playboy tidak diperkenankan untuk anak dibawah umur 18 tahun, apalagi untuk menjadi playmate di majalah tersebut. Walau sudah tegas hukumnya, tetap saja banyak yang melanggar dan menjadi playmate. Mereka mengaku sengaja membohongi pihak Playboy mengenai umur. Contohnya adalah Donna Michelle (17) yang menjadi Playmate edisi Desember 1963 dan Elizabeth Ann Roberts (16), Playmate edisi Januari 1958.
Kontroversi yang ditimbulkan majalah ini pastinya bukan hanya di negara asalnya. Hefner ingin melebarkan sayap distribusinya ke negara-negara lain di dunia. Namun, karena frontalnya isi dari majalah ini, banyak negara yang menolak memberikan izin peredaran majalah Playboy, salah satuya Indonesia. Kontroversi di Indonesia melibatkan FPI serta Undang-undang pornografi yang terjadi berbarengan dengan meluncurnya edisi pertama Playboy di Indonesia.Bukan hanya Indonesia, negara di Asia yang berbudaya timur yang menolak peredaran majalah ini. India, Cina, Malaysia, Singapura, dan Brunei pun menolak. Negara Arab yang identik dengan Islam pun berbuat demikian, kecuali Lebanon dan Turki yang sudah terpengaruh budaya Eropa.Salah satu kontroversi unik majalah Playboy terjadi di Jepang. Disana, rakyat dan pemerintahannya tidak menolak beredarnya majalah ini. Namun, peredarannya terpaksa dihentikan karena kurangnya peminat. Padahal, Jepang merupakan salah satu negara yang dianggap konten pornografinya paling mirip dengan kenyataan. Tapi tetap dengan peraturan tidak biperbolehkan adanya foto perempuan dengan alat kelamin terbuka beredar.Di jepang, Playboy tidak laku. Mungkin karena rakyatnya tidak terlalu antusias. Pornografi sudah biasa disana. Maka bagi mereka, hal ini lagi menarik. Playboy di Jepang terbagi atas mingguan dan bulanan. Pada akhirnya, Playboy edisi bulanan dihentikan produksinya pada Januari 2009, karena kurangnya minat pembaca.
Kejutan lainnya dari majalah dewasa rintisan Hefner ini adalah dengan meniadakan gambar perempuan “tanpa busana” di majalahnya. Alasannya, Playboy ingin mencari pembaca baru yang jumlahnya dari tahun ke tahun semakin berkurang. Pada tahun 1975, pembaca Playboy bisa mencapai lima setengah juta orang dan terus menurun hingga tak sampai satu juta orang.Alasan lainnya, Playboy menyadari bahwa dunia internet sekarang ini sangat mendominasi kehidupan masyarakat. Objek pornografi dapat diakses langsung secara cepat, dan murah, dan gratis. Majalah The Times menambahkan bahwa Playboy juga ingin berusaha memperbaharui konten menjadi lebih modern dan “kekinian”.Perempuan “tanpa busana” akan ditiadakan. Playboy akan memfokuskan diri pada bagian investigasi dan juga wawancara dengan tokoh terkenal dari berbagai kalangan di setiap terbitan Playboy. Tahun 2014, Playboy telah menurunkan jumlah konten perempuan “tanpa busana” di situs mereka, hal yang diakui telah menaikkan trafik sampai 250 persen. Ini menandakan bahwa pelaku bisnis, dimanapun, dan siapapun, harus peka terhadap teknologi dan kebiasaan masyarakat seiring berjalannya waktu.Majalah Playboy tidak luput dari kontroversi yang membuntutinya. Citra yang dikenang orang hanyalah yang buruk. Padahal, jika kita liat dari sisi lain, Hugh Hefner, pendiri Playboy, dikenal sangat sering membantu secara finansial baik bidang politik ataupun kemanusiaan. Dan seperti yang sudah diceritakan di awal, perintisan majalah ini tidaklah semulus buah semangka. Banyak permasalahan pelik dan penderitaan yang dihadapi saat memulainya. Namun, karena semangat dan juga kerja kerasnya, kini usahanya berbuah hasil yang manis.
Berikut perjalanan kasus Playboy Indonesia sejak awal terbit hingga saat ini.
Pada tanggal 7 April 2006, saat Playboy terbit perdana, ormas Front Pembela Islam (FPI) langsung mendatangi kantor Playboy di Jalan TB Simatupang Jakarta Selatan berunjuk rasa dengan melakukan orasi, perusakan, dan pembakaran. Pemilik gedung kantor Playboy, AAF (Aceh Asean Fertilizer), protes atas kerusakan yang ditimbulkan FPI dan minta agar Playboy pindah. Akhirnya Playboy hengkang dan pindah ke perkantoran Fatmawati Mas Jakarta Selatan. Sebagai antisipasi untuk menghadapi demonstrasi dan perusakan, di sini kantor Playboy dijaga masyarakat Betawi sekitar.
29 Juni 2006, polisi menetapkan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada, dan model majalah ini, yaitu Kartika Oktavina Gunawan dan Andhara Early, sebagai tersangka terkait kasus pornografi. Penetapan tersangka tersebut dilakukan beberapa minggu setelah penerbitan Playboy terkait demonstrasi yang mengarah kepada perusakan. Polisi memanggil Erwin Arnada. Setelah melalui pemeriksaan selama 6 jam, Erwin menyatakan penerbitan Playboy edisi kedua ditangguhkan. Andhara Early dan Kartika Oktavini Gunawan dilaporkan ke polisi atas dasar pornografi oleh Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia.
7 Juni 2006, Playboy Indonesia kembali terbit setelah tidak terbit untuk edisi Mei 2006 akibat kontroversi dan ancaman yang merebak. Kantor Playboy Indonesia pindah ke Bali setelah kantor di Jakarta beberapa kali dirusak oleh FPI dan ormas-ormas lain yang menolak kehadiranPlayboy di Indonesia. Juli 2006, setelah terbitnya Playboy edisi ke-2 dan ke-3, Fla Priscilla dan Julie Estelle kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka. Edisi ketiga yang terbit awal Juli 2006 dilaporkan FPI pada 18 Juli 2006 ke kepolisian terkait foto-foto diri Julie Estelle. Penetapan tersangka itu terkait laporan Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia (MAPPI) dan FPI. Dalam laporan tersebut, ketiganya dianggap telah melanggar pasal 282 KUHP tentang Tindak Pidana Susila. Majalah ini akhirnya tutup setelah menerbitkan edisi ketiga.  5 April 2007, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus bebas terdakwa Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada dalam perkara kesusilaan.
6 April 2007, Amir Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba’asyir mengecam keputusan PN Jakarta Selatan yang membebaskan pimpinan redaksi majalah Playboy dari seluruh dakwaan. 12 April 2007, FPI bersama Forum Umat Islam melaporkan vonis bebas yang dijatuhkan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dalam memutus perkara kesusilaan dengan terdakwa Erwin Arnada ke Komisi Yudisial. 29 Juli 2009, putusan Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung memenangkan FPI dalam kasus Playboy dengan menyatakan terdakwa Erwin Arnada selaku Pimpinan Redaksi Majalah Playboy Indonesia, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kesusilaan. Hakim menjatuhkan pidana terhadap Erwin selama dua tahun penjara. 25 Agustus 2010, Ketua FPI Muhammad Rizieq Syihab memerintahkan anggotanya untuk mencari dan menangkap Erwin Arnada, mantan Pemimpin Redaksi Playboy. FPI menuntut Erwin Arnada segera menyerahkan diri menyusul putusan Mahkamah Agung yang memenangkan pihak FPI. 26 Agustus 2010, Dewan Pers membela majalah Playboy. Putusan MA tersebut dikategorikan sebagai kriminalisasi terhadap pers. Menurut Dewan Pers masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan oleh Erwin atas putusan MA tersebut.
Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin Tumpa, mengatakan alasan penahanan terhadap Pemimpin Redaksi Majalah Playboy, Erwin Ananda, tidak kuat. Karena itu, MA mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis dua tahun untuk Ernan ”Majelis Hakim MA memutuskan menerima permohonan PK yang diajukan oleh Kuasa Hukum Erwin, dan menolak dakwaan Jaksa karena menggunakan KUHAP bukan UU Pers,” kata Harifin di kantor MA, Jakarta, Jumat (24/6).Selain itu,  Harifin juga menjelaskan bahwa Erwin seharusnya tak perlu menjalani hukuman penjara. Dalam putusan di tingkat kasasi dan PK, pihaknya tak pernah memerintahkan untuk melakukan penahanan terhadap Erwin. Sedangkan, di tingkat pertama pengadilan dan banding, Erwin diputus bebas. "Tak ada itu (untuk memerintahkan ditahan)," ucap Harifin. Pihaknya, menurut Harifin, juga tak mempunyai data bahwa Erwin sudah menjalani penahanan. "Kita tak punya data orang itu sudah ditahan," ujarnya. MA dalam putusan kasasinya No 972 K/Pid/2008 tanggal 29 Juli 2009 memvonis Erwin dengan penjara selama dua tahun. Bos Playboy itu terbukti telah menyiarkan, mempertontonkan, atau menempelkan dengan terang-terangan suatu tulisan, gambar, atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesopanan/kesusilaan. Pada sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan serta tahap banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Erwin Arnada dinyatakan bebas dari dakwaan jaksa penuntut. Namun, jaksa kemudian mengajukan kasasi yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung.

2.2         Penyebab Reaksi Negatif dari Masyarakat terhadap Peredaran Majalah Playboy
Majalah playboy berasal dari Amerika Serikat yang terkenal dengan gambar-gambar yang tidak senonoh dan mengandung unsur pornografi.Pada dasarnya, pihak majalah Playboy di Indonesia sendiri sudah menegaskan bahwa Majalah Playboy yang beredar di Indonesia tidak sama seperti di negara asalnya, Amerika Serikat. Dan memang di majalah edisi pertama tidak ada foto wanita “tanpa busana” yang terpampang. Namun, pemikiran masyarakat adalah menganggap majalah Playboy diIndonesia sama denagan Majalah Playboy di Amerika Serikat yang mengedepankan pornografi.
Mereka tidak yakin bahwa apa yang ada pada edisi pertama akan bertahan sampai edisi-edisi selanjutnya. Oleh karena itu masyarakat Indonesia banyak yang tidak setuju dengan diterbitkannya majalah playboy ini. Karena masyarakat takut di dalam majalah playboy tersebut mengandung unsur pornografi. Munculnya majalah Playboy pengaruhnya sangat luas bagi masyarakat luas dan berhimbas kepada anak – anak dibawah umur tujuh belas tahun dan remaja yang akan membawa pengaruh buruk bagi kehidupannya. Bisa dengan melakukan tindak kejahatan yang akan merugikan dirinya dan berhimbas pada masa depannya.Banyak ormas yang memporak-porandakan kantor redaksi ini setelah terbitan pertamanya muncul. Mereka membakar, merusak, dan juga menyuarakan aspirasinya disana sampai memperkeruh suasana. Kantor pertama Playboy di TB Simatupang, Jakarta Selatan mau tak mau dipindahkan atas permintaan pemilik gedung kantor, AAF (Aceh Asean Fertilizer), yang juga terkena dampak protes.
Di wilayah lain, dampak tetap terbitnya majalah Playboy juga bisa dirasakan. Seperti di Jawa Tengah, massa yang mayoritas muslim melakukan penyisiran jalanan dan menyita semua hal yang berbau porno. Kegiatan yang menimbulkan keributan antara penjual dan kelompok ormas. Tindakan ini kemudian dilanjutkan oleh pihak kepolisian dengan cara yang lebih “ramah” untuk menyisir peredaran media berbau pornografi.
Di Depok, majalah seperti ini tidak ditemukan, yang banyak ditemukan adalah VCD dan DVD porno yang langsung disita oleh polisi. Bahkan, bukan hanya di area penjualan, tapi polisi juga menyapu bersih rumah penjualnya. Lain halnya di Maluku, karena isu yang beredar membuat penasaran, majalah ini mendapat sambutan hangat. Bukan hanya para pria dewasa, namun juga ibu rumah tangga dan anak-anak. Disana menemukan majalah ini karena terbatasnya stok yang dikirimkan dari Jakarta.
Petisi Ulama dan Tokoh Umat Tentang Pengadilan Playboy.”
Dan juga majalah playboy sangatlah tidak cocok dengan budaya Indonesia yang mengutamakan HAM dan kehormatan setiap individu. Petisi yang ditujukan kepada Sdr. Presiden Republik Indonesia, Sdr. Ketua Mahkamah Agung, Sdr. Ketua DPR-RI,  Sdr. Ketua MPR-RI, Sdr. Efran Basuning SH, dan Ketua Majelis Hakim Pengadilan yang menyidangkan Kasus Playboy,  berisi sebagai berikut:
1.             Ulama dan tokoh umat Islam menolak kehadiran Playboy dan majalah serupa di Indonesia dan agar semua yang berwenang menertibkan kehidupan masyarakat di negeri ini agar segera menghentikannya.
2.             Persidangan ini harus menghasilkan keputusan menghentikan penerbitan majalah itu dan menghukum para pelakunya.
3.             Jika persidangan ini membebaskan terdakwa maka ini akan menjadi preseden buruk, bahwa Indonesia membolehkan penerbitan majalah porno.
4.             Kepada Majelis Hakim, kami mengingatkan bahwa Majelis Hakim harus berperan dalam menghentikan pornografi, dan jika membebaskan, berarti Majelis Hakim telah berperan besar dalam mengembangkan pornografi di Indonesia.
5.             Perlu diingat ancaman Allah yang mahadahsyat di akhirat kepada hakim yang memutuskan perkara dengan hawa nafsu dan jahil. Baginda Rasulullah saw. telah bersabda: Hakim itu ada tiga kategori. Dua hakim masuk neraka dan satu hakim masuk surga. Orang yang memutuskan dengan tidak benar, dia pun mengetahui, maka orang (hakim) itu tempatnya di neraka. Hakim yang tidak mengerti, kemudian mencelakakan hak orang, maka dia pun tempatnya di neraka. Sedangkan hakim yang memutuskan dengan benar, tempatnya di surga.(HR at-Tirmidzi).
2.3         Alasan Terbitnya Kembali Majalah Playboy
Majalah playboy adalah salah satu majalah internasional yang telah terbit juga di indonesia. Penerbitan majalah ini di Indonesia menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebuah kabar mengejutkan datang dari majalah Playboy saat ini. Playboy edisi Indonesiaterbit lagi. Majalah yang terkenal akan konten yang berisi foto-foto dewasa tersebut telah menghentikan penerbitan foto-foto wanita “tanpa busana” pada website-nya. Seperti sudah diduga dari janji redaktur mereka, Playboy edisi Indonesia konon tampil “lebih sopan” dibandingkan aslinya, artikelnya pun berkualitas. Pada dasarnya, pihak majalah Playboy di Indonesia sendiri sudah menegaskan bahwa Playboy yang beredar di Indonesia tidak sama seperti di negara asalnya, Amerika Serikat. Dan memang di majalah edisi pertama tidak ada foto wanita “tanpa busana” yang terpampang. Mereka mengikuti tren internet yang semakin berkembang saat ini. Playboy menganggap bahwa langkah ini merupakan sebuah fase istirahat dari format majalah yang sudah mereka kembangkan selama 62 tahun dan memiliki dampak yang signifikan terhadap budaya Amerika. Sekarang, Playboy didesain ulang meskipun masih akan menampilkan gambar wanita yang menggoda. Halaman demi halaman Majalah Playboy sekarang sudah dilengkapi sensor di satu dua titik atau ditutupi dengan berbagai pose variatif. Dilansir oleh CNN Money, artikel kartun, humor dan foto-foto gadis Playboy dikurangi dan diganti artikel yang berbobot. Kertas pun diganti yang lebih berkualitas, agar citra baru lebih terbangun. Pendistributoran majalah playboy ini menjadi lebih tertutup dan hanya kalangan tertentu yang dapat menemui majalah tersebut. Dari hasil penelusuran yang terbaru pada tahun 2012, lokasi terakhir yang dapat diidentifikasi bahwa perusahaan majalah playboy berada di Bali. Hingga saat ini masih belum diketahui tetap berada di daerah tersebut atau sudah berpindah. Pasalnya di Bali masyarakat di sekitarnya sudah mampu menerima dengan majalah tersebut.
Majalah ini memang telah menuai pro dan kontra. Beberapa pihak erasa tersinggung dan menganggap majalah ini merendahkan perempuan. Namun, gagasan tersebut pada kenyataannya membesarkan nama Playboy sebagai majalah yang tetap laris selama lebih dari 50 tahun. Sekarang, Playboy didesain ulang meskipun masih akan menampilkan gambar wanita yang menggoda. Hal ini pasti akan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan kebudayaan yang ada di Amerika. Munculnya gerakan feminisme mengakibatkan kemunculan beberapa kritik tajam bahwa wanita sedang dieksploitasi dengan adanya gambar wanita tanpa busana. Pihak majalah Playboy sendiri berpendapat bahwa hal yang mereka lakukan masih terhormat, bahkan diinginkan. Playboy dinilai sebagai tempat bagi perempuan untuk menyalurkan hasrat yang ada dalam diri wanita.
2.4         Alasan Pemerintah Tidak Segera Menangani Kasus Majalah Playboy
Jika melihat konteks Indonesia, ada persinggungan antara sistem komunikasi (pers) yang mempunyai tanggung jawab sosial, sistem komunikasi Pancasila, dan system komunikasi Islam. Ketiga sistem tersebut saling menuntut adaya upaya untuk menyeimbangkan antara hak individu dan kepentingan masyarakat. Dalam ilmu komunikasi sendiri, dikenal berbagai etika untuk menilai berbagai produk informasi (berita, iklan, foto, dsb). Masing-masing etika punya penawaran yang berbeda-beda, dari etika yang besifat pribadi yang longgar, etika situasional, etika utilitarian (untuk kebahagiaan sebanyak-banyaknya orang), hingga etika religius yang ketat. yang diwahyukan (Johannesen: 1990).
Cukup sulit di Indonesia untuk melakukan pembatasan antara hak individu dan kebebasan mengingat keragaman masyarakat Indonesia dilihat dari sosio-budayanya serta perubahan yang begitu cepat, tak ketinggalan pengaruh-pengaruh luar yang notabene mengandung unsur liberal. Untuk mewujudkan apa yang dinamakan sebagai pers Pancasila atau pers yang bertanggung jawab sangatlah susah. Era reformasi yang sedang dijalani Indonesia menjadi masa transisi mengundang ketidakpastian. Perangkat lama yang mengatur kehidupan pers sedang masuk pada tahap pembongkaran (dekonstruksi), namun perangkat aturan baru belum tersusun, terlebih disosialisasikan.
Dalam melihat kasus majalah Play Boy, Erwin Arnada tak salah sepenuhnya memang. Karya jurnalisme yang dibuatnya berupa majalah Play Boy dianggap sebagai produk dari kebebasan berekspresi dan kebebsan pers. Dimana sejak dicabutnya SIUPP oleh Gusdur, kebebasan pers itu seolah meluap sehingga menghasilkan berbagai media baru dengan genre masing-masing. Lagipula UU-APP (undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi) belum rampung dan berlaku di Indonesia. Erwin Arnada mengungkapkan tak ada gambar yang tak sesuai kesusilaan dalam majalahnya. Begitu juga tulisan. Majalah Playboy yang di sini disesuaikan dengan budaya sini. Majalah Play Boy Indonesia menekankan pada bobot tulisan, bukan gambar-gambar "begitu". Playboy itu menurutnya hanya branding saja. Kalau ingin mengusut secara hukum, sepertinya akan banyak media-media lain yang justru lebih vulgar menampilkan pornografi. Hal ini memang malah memunculkan ketidakadilan. .Sebaliknya berbagai ormas agama dan pihak-pihak yang melarang penerbitan majalah Play Boy itu juga tak bisa disalahkan. Mereka hanya khawatir akan isi majalah Play Boy bisa meracuni moral bangsa ini. Menurut pandangan mereka dengan adanya gambar-gambar wanita dengan busana minim atau pose-pose sensual, itu merujuk tidak sesuai dengan kesusilaan. 
Oleh karena itu saat pemerintah sendiri sejak dicabutnya Surat Ijin Penerbitan Pers (SIUPP) UU No. 11/ 1966 dan mengacu pada UU Pers 40/1999 tentang kebebasan pers, tidak bisa melarang terbitnya media apapun di Indonesia. Pihak penerbit(majalah playboy) menyatakan bahwa isi edisi Indonesia akan berbeda dari edisi aslinya. Setelah terbit, edisi perdana majalah tersebut tidak memuat foto wanita telanjang, walaupun ada keraguan bahwa hal tersebut akan bertahan pada edisi-edisi berikutnya.
Tak lupa dengan Pemimpin Redaksi majalah ini sendiri, Erwin Arnada, yang kemudian dibebaskan pada 5 April 2007. Penetapan tersangka ini terjadi pada tanggal 29 Juni 2006. Walau demikian, edisi selanjutnya tetap diterbitkan. Hal ini mengakibatkan munculnya tersangka-tersangka baru seperti Julie Estelle dan Fla Priscilla.
Walaupun mereka berdua tidak menjadi model sampul atau playmate, namun foto mereka terpajang di majalah tersebut. Mereka menjadi tersangka juga berdasarkan laporan yang diberikan. Lain lagi artis dangdut Inul Daratista. Ia tidak berada di majalah ini dan tidak dijadikan tersangka. Namun, rumahnya di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan, menjadi incaran amuk massa karena pernyataannya yang bersedia jika ditawarkan untuk berada dalam majalah tersebut.
Kasus Erwin Arnada sebagai Pemimpin Redaksi Playboy masih belum berhenti. Walau sudah disahkan dan terlepas dari segala tuntutan pada 6 April 2007, FPI tetap mengusut kasus ini. Sehingga, pada 29 Juli 2009, 2 tahun setelah ditutupnya majalah Playboy secara keseluruhan, Erwin Arnada dijatuhkan hukuman 2 tahun penjara atas tindak pidana kesusilaan.
Erwin kemudian menghilang. Sampai akhirnya pada 25 Agustus 2010, ketua FPI, Muhammad Rizieq Syihab memerintahkan anggotanya untuk mencari dan menangkap Erwin Arnada. FPI menuntut Erwin Arnada segera menyerahkan diri menyusul putusan Mahkamah Agung yang memenangkan pihak FPI. Dan, sehari setelah pernyataan tersebut diungkapkan, Dewan Pers membela majalah Playboy dengan mengemukakan bahwa putusan MA ini termasuk dalam kriminalisasi terhadap pers.
Menurut Dewan Pers, masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan oleh Erwin atas putusan MA tersebut. Lepas dari kasus yang tidak ada hentinya, majalah Playboy Indonesia ini sendiri sudah tidak diproduksi lagi setelah edisi Juni 2007. Salah satu faktor utamanya adalah karena citra yang buruk di muka publik. Tidak ada iklan yang menghampiri majalah ini.
Sebenarnya hal ini sudah terjadi sejak awal, edisi kedua terbitan majalah ini terkendala karena tidak ada pengiklan yang berminat. Padahal pada terbitan pertamanya, masih banyak iklan dalam majalah ini. Halaman-halaman yang seharusnya berisikan iklan, dikosongkan dan dituliskan, “Halaman ini didedikasikan untuk klien-klien loyal kami yang menerima ancaman karena memasang iklan di majalah kami” dan dituliskan jenis iklan yang seharusnya tampil di halaman tersebut. Akibat dari seretnya iklan di majalah ini adalah pada Juni 2007. Redaksi memilih menghentikan produksi karena tidak memiliki modal lagi untuk melanjutkan majalah.
2.5         Apakah Redaksi Majalah Playboy Hanya Mengedepankan Aspek  Legalitas Saja
Redaksi majalah playboy tidak hanya mengedepankan aspek legalitas tetapi juga aspek artistik(seni) dan juga aspek informasi. Hal ini terbukti dengan majalah playboy memuat artikel tentang mode, olahraga, barang yang sifatnya komersil, dan wawancara atau tulisan dari tokoh-tokoh dunia ternama. Sebut saja tokoh terkenal seperti Bob Dylan, Margaret Atwood, Tom Clancy, Michael Jordan, Roald Dahl, Arthur C. Clark, Bill Gates, Mohammad Ali, Fidel Castro, Yasser Arafat, Malcolm X, dan Moammar Khadafi. Bahkan, penulis dan sastrawan kawakan dari Indonesia, yaitu sastrawan Pramoedya Ananta Toer (Pram) pernah diwawancarai oleh majalah Playboy Indonesia.
         Hal ini diperkuat dengan para model maupun fotografer mengedepankan aspek seni (art) bukan aksi-aksi vulgar. Pihak redaksi juga telah melakukan seleksi terhadap foto-foto yang akan dimuat, namun pastinya Playboy Indonesia tidak memuat foto model yang telanjang bulat maupun foto orang berhubungan seks. Serta PT Velvet Silver Media selaku pemegang lisensi majalah Playboy telah membuat nota kesepahaman dengan agen hingga sub agen majalah untuk menjaga kemasan majalah tetap dalam keadaan tersegel, tidak dijual disembarang tempat dan tidak dijual pada anak-anak di bawah umur. Ia menambahkan harga majalah pria dewasa yang berkisar mulai Rp39 ribu hingga Rp50 ribu itu cukup mahal bagi pelajar. 



BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
Majalah playboy berasal dari Amerika Serikat yang terkenal dengan gambar-gambar yang tidak senonoh dan mengandung unsur pornografi. Karena frontalnya isi dari majalah ini, banyak negara yang menolak memberikan izin peredaran majalah Playboy, salah satuya Indonesia.
Majalah playboy terbit di Indonesia ketika pemerintah mencabut Surat Ijin Penerbitan Pers (SIUPP) UU No. 11/ 1966 dan mengacu pada UU Pers 40/1999 tentang kebebasan pers,  sehingga tidak bisa melarang terbitnya media apapun di Indonesia. Namun masyarakat banyak yang bereaksi negatif terhadap majalah playboy, karena isi dari majalah tersebut sangatlah tidak mendidik dan dapat merusakgenerasi bangsa.










DAFTAR PUSTAKA
·  Blak-blakan Erwin Arnada tentang FPI _ kesra _ tempo.co.html
·  Forum Komunitas Tionghoa Indonesia - Yahoo Groups.html
·  Majalah Playboy dan Kontroversinya di Indonesia - D7 News.html
·  Pemred Playboy Serahkan Diri 8 Oktober _ Republika Online.html
· Perbedaan Penyelesaian kasus MAJALAH PLAYBOY vs TABLOID OBOR RAKYAT Oleh KEPOLISIAN _ KASKUS.html
·  Playboy Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia.html
·  MA_ Pemred Playboy tak Perlu Ditahan _ Republika Online.html
·  Kejari Jaksel

·         FUILaporan Hakim Kasus Playboy ke Komisi Yudisial – Hizbut Tahrir Indonesia.html

0 komentar :

Posting Komentar