ISLAM DAN SAINS MODERN
KATA PEGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.......
Alhamdulillahirabbil
‘alamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Islam dan Sains Modern”. Sholawat serta salam selalu tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa kami dari zaman
jahiliyah hingga zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini.
Makalah
ini membahas secara ringkas tentang Islam dan Sains Modern, peranan Islam dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, barangkali tidak ada agama yang seempatik Islam
dalam menganjurkan ummatnya untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu dalam pandangan
Islam, bukan hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu atau tuntutan hidup belaka,
tetapi merupakan kewajiban agama bagi setiap muslim, sebagaimana yang telah ditegaskan
Rasulullah S.A.W “Menuntut ilmu merupakan
kewajiban (faridah) bagi setiap individu Muslim, laki-laki dan perempuan”( HR. Ibnu Abdil Barr).
Bahkan kewajiban menuntut ilmu bagi umat ini diberikan tanpa dibatasi ruang dan
waktu. Dari sini kita dapat melihat dengan jelas betapa Islam memberikan
kedudukan yang tinggi bagi ilmu pengetahuan.
Sehubungan
dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Bpk.
Asnawan selaku Dosen Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu kepada
kami serta teman-teman yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.kami
juga berharap, semoga makalah ini dapat dijadikan referensi guna menambah ilmu
dan wawasan mengenai Islam dan Sains Modern baik bagi kami selaku penyusun
makalah maupun masyarakat luas.
Jember,
22 Maret 2015
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini sangatlah maju, sudah
banyak dikembangkan teknologi-teknologi modern disemua aspek kehidupan. Namun dibalik semua itu ternyata Islam memiliki peran
besar didalamnya. Sebelum ilmu pengetahuan tersebut di temukan, di dalam
Al-Qur’an telah dijelaskan tentang ilmu-ilmu tersebut.
Dapat diambil contoh dari disiplin ilmiah yang dihasilkan
oleh para ilmuwan muslim di bidang astronomi, yaitu bidang yang berhubungan
dengan peredaran benda-benda langit, para ilmuan melakukan penelitian hingga
begitu lama dan mendapatkan jawaban tentang benda-benda langit, mereka
mengatakan bahwa semua peredaran benda-benda langit dapat dihitung dengan
rumus-rumus. Sedangkan hal ini telah diterangkan oleh Allah S.W.T dalam
Al-Qur’an sebelum mereka lahir. “Matahari
dan bulan beredar menurut perhitungan,” (Q.S Ar-Rahman 55 : 5)
Kemudian fungsi langit sebagai atap
yang dituliskan dalam Al-Qur’an “(Dialah)
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan
Dialah yang menurunkan air (hujan)dari langit, lalu Dia hasilkan dengan
(hujan)itu buah-buahan sebagai rezeki untukmn. Karena itu janganlah kamu
mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Q.S
Al-Baqarah 2 : 22). Allah S.W.T telah menjelaskan di dalam ayat diatas tentang
langit. Hal ini kemudian diteliti selama bertahun-tahu oleh ilmuwan dan mereka
mendapatkan jawaban serta kesimpulan bahwa langit melindungi manusia dari
terpaan angin matahari (melalui medan magnet bumi), dari sinar ultraviolet
(melalui atmosfer), dari kejatuhan benda angkasa seperti meteor dan batu
angkasa (melalui atmosfer), menahan gas-gas yang diperlukan bagi kehidupan
(melalui gravitasi bumi), serta mempertahankan suhu bumi tetap hangat (melalui
efek rumah kaca).
Dari dua kasus diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
sebenarnya dalam Al-Qur’an telah banyak tanda-tanda keilmuan yang dapat digali
oleh manusia. Namun, pada saat ini banyak orang beranggapan bahwa
penemuan-penemuan tersebut adalah penemuan-penemuan baru yang diciptakan oleh
para ilmuwan, padahal sebenarnya, itu bukanlah penemuan baru yang diciptakan
oleh manusia, melainkan kekuasaan Allah S.W.T yang baru ditemukan kemudian dipelajari
secara terus-menerus oleh manusia hingga terpecahkanlah penemuan tersebut. Hal
inilah yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini, makalah ini disusun untuk
memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa Islam sangat memiliki pengaruh
terhadap Ilmu Pengetahuan (Sains).
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa Bukti Nyata Bahwa Islam Memiliki Peran Dalam
Bidang Sains?
b.
Mengapa Sains Dikatakan Sebagai Ilmu?
c.
Apa Hubungan Islam Dan Sains Modern?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah :
a.
Memberikan pengetahuan sejarah dan bukti nyata tentang
ilmuwan Islam yang memiliki peran dalam bidang sains.
b.
Menjelaskan tentang manfaat sains dalam kehidupan
hingga sains dapat dikatakan ilmu. Yang berarti bahwa sains wajib dipelajari.
c.
Menjelaskan hubungan Islam dan Sains Modern.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ilmuwan
Muslim Generasi Awal
Dunia Islam yang
diterangi oleh cahaya Al-Qur’an pernah mencapai masa keemasan di bidang sains,
teknologi dan filsafat tepatnya dibawah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa sekitar
abad ke-8 sampai ke-15. Masa keemasan itu ditandai oleh berkembangnya tradisi
intelektual dan kuatnya spirit pencarian serta pengembangan ilmu pengetahuan
yang diawali dengan translasi massif atas karya-karya tulis para filsuf Yunani
kuno. Dalam rentang masa keemasan ini, lahirlah para ilmuwan
besar dan masyhur, seperti
Al-Biruni
(Fisika dan Kedokteran),
Jabir ibn Hayyan (Kimia), Al-Khawarizmi (Matematika), Al-Kindi (Filsafat),
Al-Razi (Kimia dan Kedokteran), dan juga Al-Bitruji (Astronomi). Selain itu,
juga ada Ibn Haitsam (Teknik dan Optik), Ibn Sina (Kedokteran), Ibn Rusyd
(Filsafat), dan Ibn Khaldun (Sejarah dan Sosiologi).
Nama-nama
tersebut merupakan nama-nama besar yang telah sangat terkenal sejak lama.
Sejarah ilmu pengetahuan terus menguak nama-nama sarjana muslim pada masa
keemasan peradaban Islam. Abu Al-Wafa’ Al-Buzjani yang memiliki nama lengkap
Abu Al-Wafa’ Muhammad ibn Muhammad ibn Yahya ibn Ismail ibn Abbas Al-Buzjani
(1.940 M) adalah pencetus rumus sinus, kosinus, sekan kosekan. Sebelum Ibn Haitsam,
Dunia Islam telah memiliki ahli optik pencetus hukum pembiasan cahaya, yaitu
Ibn Sahl atau Abu Sad Al-Ala ibn Sahl (1.940 M, w. 1000 M). Al-Dinawari yang
mempunyai nama lengkap Abu Hanifah Ahmad Ibn Dawud Dinawari lahir pada 828 M di
kota Dinawar, menulis kitab Al-Nabat (Buku
Tumbuh-Tumbuhan) yang membahas 637 jenis tanaman, tahap demi tahap sejak tumbuh
hingga mati.
Ilmuwan
Muslim tidak hanya memelopori bidang sains dan kedokteran, tetapi juga bidang
teknik dan rekayasa. Abbas Qasim ibn Firnas atau Ibn Firnas adalah sarjana
pertama yang membuat percobaan penerbangan. Pada tahun 825, Ibn Firnas
menggunakan satu set sayap dari kain yang dibentangkan dengan kayu melompat
dari menara Masjid Agung Cordova. Percobaannya terus diperbaiki dan ia berhasil
terbang secara terkendali.
Syaikh
Rais Al-Amal Badi Al-Zaman Abu Al-‘Izz ibn Ismail ibn Al-Razzaz Al-Jazari
adalah sarjana pertama yang mengambangkan robotika pada abad ke-13. Robot
pertama Al-Jazari berbentuk perahu dan diapungkan di danau dengan ditumpangi
empat robot pemain musik.
Para
sarjana muslim tersebut menjadi jembatan dan perantara bagi kemajuan ilmu
pengetahuan di dunia modern saat ini. Dari Dunia Islamlah, ilmu pengetahuan
mengalami transmisi, diseminasi, dan proliferasi ke dunia Barat yang mendorong
munculnya zaman pencerahan (Renaisans) di Eropa. Melalui Dunia Islam, Barat
mendapat askes untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan modern.
Singkat kata, tanpa peran sarjana muslim klasik, tidak mungkin disaksikan
telepon, mesin fax, televisi, mobil, komputer, pesawat yang mampu mengengkut
jamaah haji dengan cepat, maupun pesawat ulang-alik Challenger atau Soyuz.
2.2 Ketika Sains
Tidak Dipelajari
Manusia
dibekali dengan akal, yaitu sebuah elemen tubuh yang dimiliki hanya oleh
menusia dan tidak dimiliki oleh hewan atau tumbuhan, sedangkan produk riil dari
akal adalah sains yang terbukti sangat ampuh dan digdaya. Dalam rentang waktu
pendek, Afganistan dan Irak yang terbelakang luluh lantak oleh produk sains
negara-negara Barat, khususnya Amerika dan Inggris. Negara-negara maju yang
menjadi kiblat peradaban saat ini baik di Barat maupun Timur adalah mereka yang
menguasai sains dan teknologinya. Itulah mengapa sains dikatakan sebagai ilmu,
kerena sains adalah suatu hal yang wajib dipelajari dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari agar masyarakat tidak hanya menjadi konsumen, melainkan
juga dapat menjadi produsen.
Negara-negara
Islam atau negara berpenduduk meyoritas muslim seperti Indonesia pada umumnya
memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. Tetapi, melimpahnya sumberdaya
alam tersebut tidak membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat
muslim. Indonesia yang dikenal dengan sebutan negeri dengan penduduk muslim
terbesar di dunia justru terlilit hutang dan menjadi pemasok tenaga kerja
kasar. Sumber daya laut yang sedemikian besar terabaikan dan sumber daya
tambang berupa emas dan minyak tidak terkelola sendiri, tetapi meminta bantuan
orang asing untuk mengelolanya. Sebabnya hanya satu, kita sebagai ummat muslim
tidak menguasai ilmu pengetahuan, baik toritis maupun praktis. Sehingga membuat
kita selalu menggantungkan diri kepada asing.
Perhatian
negara-negara Islam terhadap sains dan pengembangannya masih sangat rendah.
Merujuk pada data Science Citation Index 2004, 46 negara Islam memberi
kontribusi 1,17 persen pada penerbitan karya ilmia dunia. Angka ini masih lebih
rendah dibandingkan satu negara seperti India dan Spanyol yang masing-masing
1,66 persen dan 1,48 persen. Sebanyak 20 negara Arab menyumbang 0,55 persen
dari total karya ilmiah dunia, sedangkan satu Israel saja menyumbang 0,89
persen.
2.3 Islam dan
Sains Modern
Sains
adalah produk manusia seperti halnya musik, film, lukisan, patung, bangunan dan
banyak lagi lainnya. Begitu mendengar alunan suara musik, seseorang dapat langsung
mengenali apakah ia adalah jenis musik keroncong, dangdut, pop, jaz, rock,
klasik atau lainnya. Demikian pula bila melihat film, lukisan, patung atau
bangunan, seseorang juga dapat segera mengidentifikasi tipe apa objek yang
dilihatnya. Bahkan orang dapat mengenali lebih jauh, misalkan musik pop yang
didengarnya kategori menghibur, indah, dan mendidik atau murahan, sekedar
bunyi, cengeng atau seronok.
Setiap
produk apapun jenisnya pasti membawa tata nilai dan pandangan hidup atau
pandangan dunia dari produsennya. Contoh extrem dan gamblang adalah majalah play boy yang pernah diterbitkan di
negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia yaitu Indonesia. Play boy adalah produk yang sekaligus
membawa pesan masyarakat penganut hidup bebas, termasuk freesex didalamnya. Majalah ini pelan tapi pasti akan menggiring
pada tradisi dan kehidupan mesum, membangun masyarakat bebas seperti masyarakat
hewan yang tidak memiliki akal dan tidak dapat menggali ilmu pengetahuan.
”Dan demikian (pula) diantara
manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan binatang-binatang ternak, ada yang
bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah
dan hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (Q.S Fatir 35 : 28 ).
Produk diatas memang hasil cipta dari akal namun memiliki nilai yang sangat
bertentangan dengan tata nilai muslim sebagai mayoritas masyarakat Indonesia.
Sains sebagai produk yang diciptakan
manusia tidak dapat dikecualikan atau diistimewakan. Ia membawa pandangan dunia
tertentu dari kreatornya. Bedanya dengan produk yang tadi yang telah disebutkan
diatas, sains selain lebih abstrak juga relatif tidak memiliki bandingan.
Peradaban modern telah mencapai kemajuan material yang luar biasa, tetapi pada
saat yang bersamaan telah melahirkan krisis yang cukup akut. Biang kerok dari
semua kejadian buruk itu dituduhkan justru kepada sains sebagai panglima
peradaban modern. Apa yang salah dari sains sekarang hingga perlu dibangun
sains alternatif yang holistik, dan diantaranya adalah sains Islam? Bila sains
Islam memang ada, apa perbedaan utamanya dibanding sains modern?
Secara sederhana sains dapat dikatakan
sebagai produk manusia dalam menyibak realitas. Terkait dengan pengertian ini,
sains menjadi tidak tunggal atau dengan kata lain akan ada lebih dari satu
sains, dan sains satu dengan sains yang lain dibedakan pada apa makna realitas
dan cara apa yang dapat diterima untuk mengetahui realitas tersebut.
Setiap bangunan ilmu pengetahuan atau
sains selalu berpijak pada tiga pilar utama, yakni pilar ontologis, aksiologis
dan epistemologis. Dimana ketiga pilar tersebut harus jelas dibangun dari
prinsip tauhid yang tersari dalam kalimat la
ilaha illallah dan terdeskripsi dalam arkanul
iman dan arkanul islam.mengapa
demikian?
Perbedaan 3 pilar sains Islam dan Modern :
Ø Pilar Ontologis, dalam Sains Islam yakni hal yang menjadi
subjek ilmu, Islam harus menerima realitas material maupun nonmaterial
sebagaimana dikatakan dalam Q.S Al-Haqqah ( 69 : 38-39 )
“Maka Aku bersumpah demi apa yang
kamu lihat, dan demi apa yang tidak kamu lihat.” (Q.S Al-Haqqah 69 : 38-39)
Hal
yang menjadi subjek ilmu adalah makhluk dimana makhluk tidak dibatasi oleh yang
material dan terindra, tetapi juga yang imaterial. Tatanan ciptaan atau makhluk
terdiri atas tiga keadaan fundamental, yaitu keadaan material, psikis dan
spiritual. Namun dalam Sains Modern hanya
menerima realitas materi dan pikiran, dan keduanya dipandang sebagai dua
substansi yang sepenuhnya berbeda dan terpisah.
Ø Pilar Aksiologis, dalam Sains Islam yakni terkait dengan tujuan
dibangun atau dirumuskannya ilmu pengetahuan. Tujuan utama ilmu pengetahuan
Islam adalah dikenalkannya Sang Pencipta melalui pola-pola ciptaan-Nya,
sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Ali Imran ( 3 : 191 )
“Yaitu orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan semua ini dengan sia-sia; Maha suci Engkau, lindungilah kami dari
azab neraka”.
Namun,
dalam Sains Modern, tujuannya telah
bergerak menuju deisme. Yakni kepercayaan bahwa Tuhan memulai alam semesta dan
kemudian membiarkannya berjalan.
Hal
ini terbukti ketika ilmuwan bernama Leplace membuat buku tentang alam semesta
dan tidak pernah menyebut Sang Pencipta.
Ø Pilar Epistemologis, yakni pilar terpenting dalam
ilmu pengetahuan dimana didalamnya mencangkup penjelasan serta pertanyaan,
bagaimana kita dapat mencapai pengetahuan tersebut. Al-Qur’an merupakan
mukjizat terbesar Nabi Muhammad S.A.W sekaligus merupakan sumber
intelektualitas dan spiritual Islam. Ia merupakan pijakan bukan hanya bagi
agama dan pengetahuan spiritual, melainkan juga semua jenis pengetahuan.
Manusia memiliki fakultas pendengaran, penglihatan dan hati sebagai alat untuk
memperoleh pengetahuan. Namun meski demikian, sumber dari segala sumber tidak
lain adalah Tuhan yang maha mengetahui. Salah satu sumber pengetahuan adalah
Al-Qur’an. Meski bukan kitab sains, Al-Qur’an memiliki fungsi sebagai petunjuk
bagi ummat manusia secara keseluruhan sebagaimana dinyatakan dalam Surah
Al-Baqarah ayat 185
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda”.(Q.S. Al-Baqarah 2 : 185)
Dalam
ayat tersebut jelas bahwa Al-Qur’an dapat dijadikan kontruksi ilmu pengetahuan.
Namun dalam Sains Modern Al-Qur’an
bukanlah apa-apa, bahkan mereka mengabaikan dan menyangkal segala aspek metafisik,
spiritual dan estetis jagat raya. Eddington dan Whitehead menyatakan dengan
tepat bahwa sains modern adalah jenis pengetahuan yang dipilih secara subjektif
karena hanya berurusan dengan aspek-aspek realitas alam semesta yang dapat
dipelajari oleh metode ilmiah.
Sains modern dibangun hanya dengan satu metodologi,
yakni metodologi ilmiah yang didalamnya terkandung unsur logika, observasi dan
eksperimentasi. Sehingga ketika mereka tidak melihat bukti secara nyata, mereka
tidak akan menganggapnya ada dan malah akan menganggap bahwa hal tersebut tidak
masuk akal karena tidak dapat dilogikakan.
Logika bukanlah khas sains modern. Jauh
sebelumnya, para ilmuwan dan filsuf muslim senantiasa menggunakan logika dan
memandangnya sebagai suatu bentuk hikmah, bentuk pengetahuan yang sangat
diagungkan Al-Qur’an. Di dalam penggunaan logika di kalangan sarjana muslim,
terdapat istilah burhan, istilah yang
menunjukkan metode ilmiah demonstrasi atau bukti demonstratif.Al-Ghazali
menyatakan bahwa istilah mizan yang
biasa diterjemahkan sebagai timbangan, merujuk antara lain pada logika.
Artinya, logika adalah timbangan yang dengannya manusia menimbang ide-ide dan
pendapat-pendapat untuk sampai pada penilaian yang benar.
Seperti halnya logika, observasi dan
eksperimentasi sudah tersebar luas di kalangan sarjana muslim jauh sebelum
masa. Sejarah ilmu pengetahuan modern sering menyebutkan bahwa peralihan dari
pendekatan metafisis silogistik Aristotelian dalam tradisi Yunani ke observasi
dan eksperimen terjadi pada masa renasains Eropa dan ditandai oleh Novum Organon (Logika baru) dari Francis
Bacon. Penyelidikan yang cermat dan jujur akan mengakui bahwa observasi dan
eksperimen telah menjadi bagian dari aktivitas yang tak terpisahkan dari para
sarjana muslim enam atau tujuh abad sebelumnya.
Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa
para sarjana muslim klasik bukan hanya sekedar penerjemah dan penerus tradisi
dan pola pemikiran Yunani. Para ilmuwan muslim juga memberi kontribusi yang
signifikan bagi ilmu pengetahuan, yakni observasi dan eksperimen.
Dalam tataran ini epistemologi sains
Islam adalah epistemologi sains modern plus atau diperluas, yakni plus
penerimaan wahyu sebagai sumber informasi dan plus metodologi yang tidak
tunggal atau kemajemukan metodologi seperti penerimaan metode ta’wil.
Metode terakhir ini terkait dengan upaya
penyingkapan realitas lebih tinggi, yang hanya mungkin pikiran tercerahkan oleh
cahaya iman dan disentuh oleh keberkatan yang tumbuh dari wahyu karena ruh
ditiupkan kepada yang menginginkannya. Bagi ilmuwan muslim adalah hal yang
niscaya untuk sering berdoa dan meminta pertolongan Tuhan dalam memecahkan
masalah-masalah ilmiah maupun filosofisnya. Karena itu, dapat dimengerti mengapa
penyucian jiwa dipandang sebagai bagian yang terpadu dari metodologi
pengetahuan Islam.
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa Islam dan Sains Modern memiliki hubungan yang sangat erat, sains dalam Islam
merupakan penyempurnaan dari sains modern, para ilmuwan menggunakan akal dan
logika mereka untuk memikirkan pengetahuan disegala bidang, namun mereka tidak
terlepas dari hakikat agama Islam dimana dalam agama telah jelas dikatakan
bahwa hanya Allah S.W.T yang Maha Mengetahui, kita sebagai manusia hanya dapat
menjangkau apa yang dapat kita jangkau, sedangkan yang tidak, hal tersebut
adalah takdir dari Allah S.W.T.
Islam juga sebagai agama yang sempurna
yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W untuk menyempurnakan agama sebelumnya.
Dari kajian diatas dapat kita ketahui bahwa ternyata banyak ilmuwan muslim yang
terkenal atas jasa-jasanya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mereka
tentunya tidak semata-mata hanya melogikakan sesuatu, namun menerima ketetapan
dari Sang Pencipta. Apa-apa yang mereka dapat gali dan diambil ilmunya, mereka
lakukan. Namun jika tidak, mereka tidak memaksakan diri mereka untuk hal
tersebut.
4.2 Saran
Dalam makalah ini baik yang mencangkup pendahuluan,
isi dan kesimpulan, tentunya tidak luput dari kesalahan, karena kami hanya
manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Maka dari itu, kami akan sangat
berbahagia apabila ada saran yang positif untuk makalah ini demi
kesempurnaannya. Walaupun kami semua tahu bahwa tidak akan ada yang sempurna.
Namun setidaknya, revisi-demi revisi dapat memperbaiki isi dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
ü Al-Qur’an
(Al-‘Alim, Edisi Ilmu Pengetahuan)
ü Amhar,Fahmi. 2010.
TSQ Stories. Al Azhar Press. Bogor
ü Murtiningsih,wahyu.2010.33
Dokter Paling Berpengaruh di Dunia. Cyrillus. Yogyakarta
0 komentar :
Posting Komentar